Selasa, 16 Desember 2014

Dormansi




PENDAHULUAN
Latar belakang
            Peningkatan luas panen  harus didukung dengan pemenuhan ketersediaan benih berkualitas  yaitu benih memenuhi standar mutu. Mutu benih meliputi mutu fisik ditunjukkan dengan adanya benih murni (masih utuh dan atau pecah hampir masih lebih dari 50%), benih tanaman lain dan kotoran benih. Mutu  genetik  ditunjukkan dengan adanya campuran varietas lain atau tidak.  Mutu  fisiologik  ditunjukkan dengan nilai kadar air dan daya tumbuh (sesuai dengan standar benih bermutu). Mutu patologik ditunjukkan dengan kesehatan benih             (Nurussintani, dkk., 2013).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tentang perkecambahan beberapa benih yang berkulit keras disebutkan bahwa persentase perkecambahan benih berkulit keras memang sangat rendah (30 - 40%) tetapi dapat ditingkatkan dengan cara fisik (misalnya pemanasan atau pendinginan), kimia (H2SO4, HNO3). Skarifikasi (mengubah permeabilitas kulit biji) yaitu dengan menunjukkan persentase kecambah benih kemiri meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu pengovenan biji yang diberikan (Sholicha, 2009).
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya.  Perkecambahan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebe lum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam (Tim Pengampu, 2011). 
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang  berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung atau tidak secara langsung dengan hanya melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih (Sutopo, 1993).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengenal tipe-tipe dormansi, untuk mengetahui pengaruh biji yang keras terhadap perkecambahan, dan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan kimia dan fisika terhadap perkecambahan biji.
Kegunaan Penulisan
            Adapun kegunaan penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
   
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu faktor penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman  dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati (Saleh, dkk., 2008).
Benih dorman adalah benih yang mengalami istirahat total, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh walaupun dalam keadaan media tumbuh optimum.  Timbulnya dormansi pada benih padi disebabkan oleh adanya hambatan benih untuk berkecambah, baik hambatan mekanis maupun fisiologis. Dormansi pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju deteriorasi pada masa prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing dan penyimpanan) (Ahmad, 2011).
Dormasi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif karena memiliki jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti untuk sementara. Pertumbuhan yang terhenti ini hanya dinilai secara visual, jadi mungkin saja pada organ tersebut masih berlangsung proses akumulasi senyawa-senyawa organik tertentu. Jaringan meristem selalu terdapat pada organ intermediate seperti embrio biji, tunas apikal, tunas lateral, ujung akar, dan kambium. Selain itu juga terdapat pada organ determinate seperti daun, bunga, dan buah, tetapi hanya sampai pada fase awal perkembangannya. Jika organ-organ dengan jaringan  meristem ini terhenti. pertumbuhannya untuk sementara, maka organ-organ ini disebut dalam keadaan dorman (Nurmala, 2003).
Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan.  Benih yang mati dan benih yang dorman dapat diketahui melalui uji perkecambahan.  Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman.  Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat ternyata lembek berarti benih tersebut mati (Ahmad, 2011).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment  atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih  sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik.  Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik.  Benih saga manis yang diskarifikasi diduga akan berkecambah lebih baik dibandingkan dengan benih yang tidak diskarifikasi.  Kecambah normal yang dihasilkan dari benih yang diskarifikasi akan dihitung dan dibandingkan dengan benih saga manis yang tidak diskarifikasi (Juhanda, dkk., 2013).
Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen),embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio. Berbagai hasil penelitian memberikan indikasi kuat bahwa dormansi benih aren dapat dipatahkan bila diberi perlakuan fisik dan kimia  dan. Hal yang sama juga dapat dilihat pada benih yang diberi perlakuan skarifikasi dengan kertas amplas yang daya berkecambahnya 46,95%, sedangkan kontrol hanya 31,60%.  Perlakuan ini memungkinkan air masuk kedalam benih untuk  memulai berlang-sungnya proses perkecambahan benih. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma              (Saleh, 2004).
Upaya  yang  dapat  dilakukan untuk mematahkan dormansi benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi  mekanik. Skarifikasi  merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih  keras karena meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi  mekanik  dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen.  Teknik yang umum dilakukan  pada perlakuan  skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio  (perlukaan  selebar   5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan.  Skarifikasi  mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah.  Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan  tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di bagian tengah benih (Fahmi, 2013).
Dipandang dari segi ekonomis, dormansi pada benih merupakan suatu hal yang dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar dormansi pada benih dapat dipecahkan/dipatahkan/dihilangkan atau sekurang-kurangnya lama masa dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui dapat mematahkan dormansi adalah sebagai berikut:
a.      Perlakuan Mekanis
  Perlakuan mekanis umumnya digunakan untuk mematahkan masa dormansi pada benih yang disebabkan oleh faktor fisik dari benih, misalnya impermiabilitas kulit benih terhadap air dan gas, serta resistensi mekanis dari kulit benih terhadap perkecambahan embrio. Perlakuan mekanis dalam pematahan dormansi benih dapat berupa perlakuan skarifikasi dan pemberian tekanan pada benih.
1)     Skarfikasi. Yang termasuk cara ini adalah mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas amplas, melubangi kulit benih dengan pisau atau dengan goncangan (impaction) pada benih-benih yang mengalami sumbatan oleh lapisan lilin/gabus. Perlakuan in bertujuan agar kulit benih mejadi  lebih tipis, sumbatan lapisan lilin pada kulit benih hilang sehingga kulit benih lebih permiabel terhadap air dan gas. Misalnya pada  famili Leguminoceae, Malvaceae  dan  Solanaceae (kulit biji yang keras) dan pada Brassica sp. dan Amaranthus sp. (sebab-sebab fisik/mekanis lainnya).
2)     Tekanan.  Yang termasuk cara ini adalah penggunaan tekanan hidraulik  pada benih yang mengalami sumbatan lapisan lilin agar kulit benih lebih permiabilitas terhadap 82 dan gas. Misalnya pada tanaman sweet clover (Melilotus alba) dan alfalfa (Medicago sativa), tekanan hidraulik diberikan sebesar 2000 atmosfir pada suhu 18°C selama 5-20 menit, untuk meningkatkan perkecambahannya.
b.     Perlakuan Kimia
Perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering pula digunakan untuk mematahkan dormansi pada benih yang mengalami masa dormansi karena faktor fisik. Seperti halnya pada perlakuan mekanis,  penggunaan bahan kimia bertujuan agar kulit benih lebih mudah dilalui oleh air dan gas pada saat proses imbibisisi. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain adalah; larutan asam sulfat, potassium hydroxide, asam hidroclorit, potassium nitrat, dan thiourea. Misalnya perendaman benih sweet potato dalam asam sulfat (H2SO4) pekat selama 20 menit sebelum dikecambahkan, dan perendaman benih padi dalam larutan HNO3 selama 30 menit.  Selain itu dapat pula digunakan hormon tumbuh, seperti; sitokinin, gibberellin dan auksin. untuk mematahkan dormansi  pada benih yang memerlukan waktu “after ripening”. Pada benih terong misalnya, pemberian gibberellin (GA3) pada konsentrasi 100-200 ppm, masa dormansinya dapat dihilangkan.  
c.      Perlakuan Perendaman dalam Air Panas
Beberapa jenis benih yang dorman karena faktor fisik dari benih dapat dihilangkan masa dormansinya dengan cara perendaman dalam air panas. Perendaman ini dimaksudkan agar kulit benih menjadi lebih lunak dan sumbatan lilin pada kulit dapat dihilangkan sehingga benih mudah menyerap air. Caranya adalah dengan memasukkan/mencelupkan benih (terbungkus dalam kantong kain) kedalam air mendidih (180°F – 200°F) selama 2 menit, atau hingga air menjadi dingin kembali, tergantung jenis benihnya. Pada benih apel, perendaman bahkan dilakukan sejak air mendidih hingga dua hari kemudian.
d.     Perlakuan Perendaman dan Pencucian dalam Air
Pada benih yang dorman karena kehadiran senyawa penghambat dalam benih, masa dormansinya dapat dihilangkan dengan cara merendam dan mencuci benih dengan air. Misalnya pada tanaman tomat, Beta vulgaris dan Avena sativa.
e.      Perlakuan Suhu Rendah pada Keadaan Lembab (Stratifikasi)
Benih yang dorman karena pengaruh kebutuhan “after ripening” dan karena kebutuhan syarat lingkungan khusus serta karena adanya senyawa-senyawa penghambat pada benih dapat dipatahkan dormansinya dengan perlakuan suhu rendah pada keadaan yang lembab (stratifikasi). Selama strtifikasi berlangsung, terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat pada hilangnya senyawa-senyawa penghambat pertumbuhan dan atau terbentuknya senyawa-senyawa yang merangsang pertumbuhan. Stratifikasi benih apel pada 4°C selama lebih dari dua bulan meningkatkan persentase perkecambahannya.
f.      Perlakuan Suhu Rendah dan Tinggi
Perlakuan suhu rendah disusul dengan suhu agak tinggi (hangat) dengan selisih perbedaan yang tidak boleh lebih 10-20°C, merupakan salah satu cara yang digunakan dalam pematahan dormansi pada benih yang dorman karena pengaruh kebutuhan “after ripening”, kebutuhan syarat lingkungan khusus dan adanya senyawa-senyawa penghambat pada benih.  Perlakuan ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan fisiologis dalam benih yang dapat mendorong benih untuk dapat berkecambah. Perlakuan suhu rendah biasanya belangsung antara 1-6 bulan disusul dengan suhu yang agak hangat juga selama 1- 6 bulan. Kebutuhan suhu rendah dan suhu agak tinggi serta lama perlakuannya berbeda untuk setiap jenis benih tanaman.  Perlakuan ini misalnya digunakan pada benih tanaman jahe, Lilium spp dan Viburnum spp. (Tim Pengampu, 2011).
Buah atau biji yang terbentuk biasanya mengalami periode  dorman sebelum berkecambah untuk menyelesaikan hidupnya. Pada tumbuhan umur pendek, setelah terbentuk buah atau biji, bagian vegetatif akan mati          (Nurmala, 2003).  
Selama penyimpanan benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur)  dan pelu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan dormansi apabila  benih itu sebenarnya  hidup (viable) tetapi tidak  berkecambah  walaupun diletakkan  pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat  bagi perkecambahan   dan periode dormansi  ini dapat berlangsung semusim atau tahunan  tergantung  pada tipe dormansinya (Sahupala, 2007). 
GA3 merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman dari golongan giberelin yang mempunyai peranan dalam  mempercepat perkecambahan benih. Banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa pemberian GA3 eksogen dapat meningkatkan daya berkecambah benih, diantaranya benih ketumbar (famili Apiaceae), benih kopi, benih anggrek bulan, dan benih prunus. Peningkatan   konsentrasi GA3 dapat meningkatkan daya berkecambah fisiologis pada benih Chaerophyllum temulum (famili Apiaceae), akan tetapi pemberian GA3 tidak dapat menggantikan perlakuan stratifikasi dingin pada benih yang dikecambahkan pada suhu tinggi misalnya 23°C  (Rusmin, dkk,. 2011).
NAA dapat mempercepat  proses pembentukan akar, dengan demikian  bibit lebih cepat dapat menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit meningkat, namun jika konsentrasi ditingkatkan maka  persentase hidup bibit akan menurun. Zat pengatur tumbuh golongan auksin dapat meningkatkan pertumbuhan akar, selanjutnya akar tersebut berfungsi menyerap air dan unsur hara dari media tumbuh,  sehigga dapat memacu pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang daun (Marzuki, dkk., 2008).













BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 10.00 WIB sampai dengan 31 Oktober 2013. Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Program Studi Agroekoteknolgi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian sekitar 25 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat Percobaan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji                jarak (Ricinus communis Linn.), biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)),        biji flamboyan (Delonix regia L.)  digunakan sebagai objek pengamatan untuk pematahan dormansi dengan faktor biji keras, biji                                               tomat (Solanum lycopersicum L.) yang digunakan sebagai objek pengamatan untuk pematahan dormansi dengan faktor kimiawi, asam sulfat (H2SO4) dan KNO3 digunakan larutan pematahan dormasi secara kimiawi, larutan coumarin dan air destilata digunakan untuk perlakuan pada biji tomat, larutan NAA digunakan untuk perlakuan pematahan dormansi dengan dikikir, air dingin dan air panas digunakan sebagai pematahan dormansi dengan perlakuan suhu dingin dan panas, kertas pasir halus digunakan untuk mengikis kulit biji, pasir digunakan untuk media perkecambahan, kertas merang digunakan sebagai media perkecambahan di dalam petridish, label digunakan untuk menandai setiap perlakuan, air digunakan untuk menyiram tanah dan kertas merang.
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas beaker digunakan untuk tempat perendaman biji, bak perkecambahan digunakan untuk tempat perkecambahan biji, petridis digunakan untuk  media perkecambahan, sendok digunakan untuk mengambil biji yang telah direndam, stopwach digunakan untuk menghitung waktu perendaman biji, alat tulis digunakan untuk menulis, buku penuntun digunakan untuk pedoman dalam praktikum, cutter digunakann untuk membelah buah tomat.
Prosedur Percobaan
A.    Kulit Biji yang Keras
1.     Disiapkan bak kecambah, diisi dengan pasir
2.     Dipilih 16 biji Flamboyan, Jarak dan Lengkeng lalu diberi perlakuan sebagai berikut:
a.      Direndam 2 biji di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
b.     Direndam dalam air yang baru mendidih dan dubiarkan sampai dingin.
c.      Dikikir atau diasah 2 biji dengan kertas pasir halus dekat embrio, sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
d.     Dikikir atau diasah 2 biji pada jarak 90° dengan embrio, sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
e.      Dikikir atau diasah 2 biji pada jarak 180° dengan embrio, sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
f.      Dikikir atau diasah 2 biji pada jarak 90° dengan embrio, sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam larutan GA3 300 ppm.
g.     Direndam 2 biji di dalam larutan H2SO4 dingin selama 15 menit.
h.     Direndam 2 biji di dalam larutan KNO3 dingin selama 15 menit.
3.     Ditanam pada bak pasir yang sudah disiram air dengan kedalaman 1 cm.
4.     Ditempatkan pada tempat gelap pada suhu kamar/ ruang.
5.     Diperiksa setiap 1 hari selama seminggu, disiram apabila media perkecambahan kering.
B.    Faktor-Faktor Kimiawi
1.     Disediakan tiga cawan petri yang telah dilapisi kertas merang
2.     Dibelah buah tomat, diambil cairan ekstrak buah tomat tersebut.
3.     Diambil 30 biji buah tomat tersebut:
a.      Cawan 1   : diletakkan 10 biji tomat tanpa dicuci + larutan ekstrak tomat.
b.     Cawan 2   :  diletakkan 10 biji tomat yang sudah dicuci air destilata + air destilata.
c.      Cawan 3   :  diletakkan 10 biji tomat yang sudah dicuci  air destilata + larutan Coumarin 40mg/liter.
4.     Ditutup cawan, diberi label dan diletakkan pada tempat gelap pada suhu kamar.
5.     Diamati persentase perkecambahan setiap hari selama seminggu.






HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Faktor Kimiawi







Perlakuan biji tomat
S Biji Berkecambah
1
2
3
4
6
7
Total
%
Air Destilata
0
0
10
10
10
10
10
100%
Ektrak Buah Tomat
0
0
0
0
5
5
5
50%
Latutan Coumarin
0
0
0
10
10
10
10
100%

Tabel 2. Faktor Kulit Biji yang Keras
Data Pengamatan Hari I
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Jarak
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Lengkeng
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%

Data Pengamatan Hari II
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Jarak
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Lengkeng
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%



Data Pengamatan Hari III
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Jarak
50%
50%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Lengkeng
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%

Data Pengamatan Hari IV
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Jarak
50%
50%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Lengkeng
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%

Data Pengamatan Hari V
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0% 
0% 
100% 
 100%
100% 
100% 
0% 
0% 
Jarak
50%
50%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Lengkeng
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%



Data Pengamatan Hari VI
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0% 
0% 
100% 
 100%
100% 
100% 
0% 
0% 
Jarak
50%
50%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Lengkeng
 100%
0% 
50% 
100% 
0% 
0% 
0% 
0% 

Data Pengamatan Hari VII
BIJI
å Biji Berkecambah
Dikikir
Air Panas
Air Dingin
H2SO4
KNO3
Dekat Embrio
90° dr Embrio
180° dr Embrio
180° dr Embrio + GA3
Flamboyan
0% 
0% 
100% 
 100%
100% 
100% 
0% 
0% 
Jarak
50%
50%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Lengkeng
 100%
0% 
50% 
100% 
0% 
0% 
0% 
0% 











Pembahasan
Dormansi adalah suatu keadaan biji tidur atau tidak dapat berkecambah dikarenakan banyak faktor, antara lain keadaan fisik biji, lingkungan biji, dan faktor fisiologis biji itu sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Saleh, dkk (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman  dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pematahan dormansi faktor kimia yang tertinggi adalah pada perlakuan diberi larutan coumarin dan diberi air destilata. Ini dikarenakan akan membantu menghilangkan zat-zat penghambat pertumbuhan yang terdapat pada buah tomat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Pengampu (2011) yang menyatakan bahwa pada benih yang dorman karena kehadiran senyawa penghambat dalam benih, masa dormansinya dapat dihilangkan dengan cara merendam dan mencuci benih dengan air. Misalnya pada tanaman tomat, Beta vulgaris dan Avena sativa.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pematahan dormansi dengan cara dikikir yang tertinggi adalah pada perlakuan 1800 dari embrio + NAA diikuti dengan perlakuan 1800 dari embrio, dekat embrio dan 900 dari embrio. Ini dikarenakan proses imbibisi menjadi lebih besar sehingga proses perkecambahan yang terjadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan literatur Fahmi (2013) yang menyatakan bahwa skarifikasi  merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih  keras karena meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi  mekanik  dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen.  Teknik yang umum dilakukan  pada perlakuan  skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio  (perlukaan  selebar   5 mm).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, persentase biji yang berkecambah dari perlakuan 1800 dari embrio + NAA adalah jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%,                                         biji flamboyan (Delonix regia L.) 100% sedangkan pada perlakuan jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 50%, dan biji flamboyan (Delonix regia L.) 100%. Ini dikarenakan adanya penambahan zat pengatur tumbuh NAA sejenis auksin berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan benih yang dorman. Hal ini sesuai dengan literatur Marzuki, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa NAA dapat mempercepat  proses pembentukan akar, dengan demikian  bibit lebih cepat dapat menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit meningkat, namun jika konsentrasi ditingkatkan maka  persentase hidup bibit akan menurun. Zat pengatur tumbuh golongan auksin dapat meningkatkan pertumbuhan akar, selanjutnya akar tersebut berfungsi menyerap air dan unsur hara dari media tumbuh,  sehingga dapat memacu pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang daun.
Dari hasil pengamatan persentase perkecambahan pada perlakuan direndam dengan air panas adalah pada biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 100% dan dengan air dingin adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 100%, yang paling banyak berkecambah adalah pada perlakuan direndam dengan air panas. Dikarenakan air panas akan lebih aktif dalam menghilangkan sumbatan lilin pada kulit biji tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Pengampu (2011) yang menyatakan bahwa beberapa jenis benih yang dorman karena faktor fisik dari benih dapat dihilangkan masa dormansinya dengan cara perendaman dalam air panas. Perendaman ini dimaksudkan agar kulit benih menjadi lebih lunak dan sumbatan lilin pada kulit dapat dihilangkan sehingga benih mudah menyerap air.
Dari hasil pengamatan persentase pada perlakuan direndam dengan H2SO4 adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 0% sedangkan pada perlakuan dengan KNO3 adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 0% yang paling banyak berkecambah adalah pada perlakuan direndam dengan KNO3. Hali ini dikarenakan larutan KNO3 lebih efektif dalam melunakkan kulit biji yang keras dan memudahkan dalam imbibisi dan respirasi. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Pengampu (2011) yang menyatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering pula digunakan untuk mematahkan dormansi pada benih yang mengalami masa dormansi karena faktor fisik. Seperti halnya pada perlakuan mekanis,  penggunaan bahan kimia bertujuan agar kulit benih lebih mudah dilalui oleh air dan gas pada saat proses imbibisisi. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain adalah; larutan asam sulfat, potassium hydroxide, asam hidroclorit, potassium nitrat, dan thiourea.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada perlakuan pematahan dormansi dengan cara pengikisan didapatkan bahwa yang terbaik adalah perlakuan 1800 dari embrio + GA3 yang persentase perkecambahannya adalah jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 100%. Ini dikarenakan adanya penambahan zat pengatur tumbuh NAA sejenis auksin berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan benih yang dorman. Hal ini sesuai dengan literatur Marzuki, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa NAA dapat mempercepat  proses pembentukan akar, dengan demikian  bibit lebih cepat dapat menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit meningkat, namun jika konsentrasi ditingkatkan maka  persentase hidup bibit akan menurun. Zat pengatur tumbuh golongan auksin dapat meningkatkan pertumbuhan akar, selanjutnya akar tersebut berfungsi menyerap air dan unsur hara dari media tumbuh,  sehingga dapat memacu pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang daun.










KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.     Pematahan dormansi faktor kimia yang tertinggi adalah pada perlakuan dengan air destilata dan diberi larutan coumarin dengan persentase perkecambahan 100%.
2.     Pematahan dormansi dengan cara dikikir yang tertinggi adalah pada perlakuan 1800 dari embrio + NAA yang persentase perkecambahannya adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji                                 lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji                                flamboyan (Delonix regia L.) 100%.
3.     Persentase perkecambahan yang dihasilkan pada perlakuan 1800 dari embrio + NAA lebih besar daripada perakuan dikikir 1800 dari embrio dengan persentase perkecambahan biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji                                             lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji                                 flamboyan (Delonix regia L.) 100% .
4.     Perlakuan direndam dengan air panas paling banyak berkecambah persentase perkecambahannya adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 100% dan dengan air dingin adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%.
5.     Perlakuan direndam dengan KNO3 yang paling banyak berkecambah dengan persentase perkecambahannya adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji                   flamboyan (Delonix regia L.) 0%
Saran
            Dari percobaan yang telah dilakukan, saat mengkikir sebaiknya kita mengetahui pasti dimana letak embrio masing-masing biji.





















DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. 2011. Studi Pematahan Dormansi Dan Periode  After-Ripening Padi Gogo Lokal Gorontalo. Disertasi IPB, Bogor.

Darma, I.G.K.T. 2002. Beberapa Metode Pemecahan Dormansi Benih       Leucaena Leucocephala (Lmk. De Witt.) Dan Beberapa Fungi Patogenik  Yang Berasosiasi Dengan Benih. J. Manajemen Hutan Tropika 8(1): 1-14.

Fahmi, Z.I. 2013. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih Dengan Skarifikasi Mekanik Dan Kimiawi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Surabaya.

Hafizah, N. 2009. Pematahan Dormansi dan Viabilitas Benih                            Aren (Arenga pinnata Merr) pada Berbagai Tingkat Konsentrasi dan Lama Perendaman Gibberellin. Tesis Universitas Lambung Mangkurat, Lampung.

Juhanda, Y. Nurmiaty, dan Ermawati. 2013. Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi Dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). J. Agrotek  Tropika 1(1): 45 – 49.

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Press, Jakarta.

Marzuki, I. Suliansyah, dan R. Mayerni. 2008. Pengaruh NAA Terhadap Pertumbuhan  Bibit Nenas (Ananas Comosus L. Merr) Pada Tahap Aklimatisasi.  J. Jerami 3(12): 111-117.

Nurmala, M. 2003. Dormansi Karena Kulit Biji Yang Keras.  FMIPA Universitas Hasanuddin, Makasar.

Nurussintani, W., Damanhuri, dan S.L. Purnamaningsih. 2013. Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Daya Tumbuh Benih 3 Varietas         Kacang Tanah (Arachis hypogaea). J. Produksi Tanaman 1(1): 86-88. Fakultas Pertanian Brawijaya, Malang.

Rusmin, D., F.C. Siwarno, dan I. Darwati. 2011. Pengaruh  Pemberian  Ga3 Pada Berbagai Konsentrasi  Dan Lama Imbibisi Terhadap Peningkatan Viabilitas  Benih Purwoceng  (Pimpinella Pruatjan Molk.).                        J. Littri 17(3): 89 – 94, Bogor.
                                                
Sahupala, A. 2007. Teknologi Benih. Fakultas Petanian Universitas Pattimura, Maluku.

Saleh, M.S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi  Buah. J. Agrosains 6(2): 79-83 Fakultas Pertanian UNTAD.

Saleh, M.S., E. Adelina, E. Murniati dan T. Budiarti. 2008. Pengaruh  Skarifikasi  Dan Media Tumbuh Terhadap Viabilitas Benih Dan Vigor Kecambah Aren. J. Agroland 15 (3) : 182 – 190.

Sholicha, R.F. 2009. Pengaruh Skarifikasi Suhu Dan Lama Perendaman Dalam Air Terhadap Perkecambahan                                                                    Biji Kedawung  (Parkia timoriana (DC) Merr). Skripsi Universitas Negeri Malang, Malang.

Tim Pengampu, 2011. Bahan Ajar Ilmu Dan Teknologi Benih. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ulvah, M., 2004. Pengaruh Skarifikasi Dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Abitonik Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan                              Jati (Tectona grandis. Liin. F). Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.



                                                   





1 komentar:

  1. Ass jd inti nya yg paling bgs untuk perlakuan benih di rendam Kno3 atau asam sulfat yg bgs.

    BalasHapus