PENDAHULUAN
Latar
belakang
Peningkatan luas panen
harus didukung dengan pemenuhan ketersediaan benih berkualitas yaitu benih memenuhi standar mutu. Mutu benih
meliputi mutu fisik ditunjukkan dengan adanya benih murni (masih utuh dan atau
pecah hampir masih lebih dari 50%), benih tanaman lain dan kotoran benih.
Mutu genetik ditunjukkan dengan adanya campuran varietas
lain atau tidak. Mutu fisiologik
ditunjukkan dengan nilai kadar air dan daya tumbuh (sesuai dengan
standar benih bermutu). Mutu patologik ditunjukkan dengan kesehatan benih (Nurussintani, dkk., 2013).
Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya tentang perkecambahan beberapa benih yang berkulit keras
disebutkan bahwa persentase perkecambahan benih berkulit keras memang sangat
rendah (30 - 40%) tetapi dapat ditingkatkan dengan cara fisik (misalnya
pemanasan atau pendinginan), kimia (H2SO4, HNO3). Skarifikasi (mengubah
permeabilitas kulit biji) yaitu dengan menunjukkan persentase kecambah benih
kemiri meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu pengovenan biji yang diberikan
(Sholicha, 2009).
Dormansi pada benih
dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Perkecambahan tidak akan terjadi selama benih
belum melalui masa dormansinya, atau sebe lum dikenakan suatu perlakuan khusus
terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan
biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap
keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi
sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam (Tim Pengampu, 2011).
Daya kecambah benih
memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal
menjadi tanaman yang berproduksi wajar
dalam keadaan biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan
dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur
tumbuh embrio yang diamati secara langsung atau tidak secara langsung dengan
hanya melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih
(Sutopo, 1993).
Tujuan
Percobaan
Adapun tujuan percobaan
ini adalah untuk mengenal tipe-tipe dormansi, untuk mengetahui pengaruh biji
yang keras terhadap perkecambahan, dan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan
kimia dan fisika terhadap perkecambahan biji.
Kegunaan
Penulisan
Adapun
kegunaan penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti
praktikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan
informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Salah satu faktor
penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat
disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih
yang dorman dan benih yang mati dapat
diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan
sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman.
Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil,
ditumbuhi cendawan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati
(Saleh, dkk., 2008).
Benih dorman adalah
benih yang mengalami istirahat total, benih tidak menunjukkan gejala atau
fenomena tumbuh walaupun dalam keadaan media tumbuh optimum. Timbulnya dormansi pada benih padi disebabkan
oleh adanya hambatan benih untuk berkecambah, baik hambatan mekanis maupun fisiologis.
Dormansi pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju
deteriorasi pada masa prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing dan
penyimpanan) (Ahmad, 2011).
Dormasi merupakan fase
istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif
karena memiliki jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut
hanya terhenti untuk sementara. Pertumbuhan yang terhenti ini hanya dinilai
secara visual, jadi mungkin saja pada organ tersebut masih berlangsung proses
akumulasi senyawa-senyawa organik tertentu. Jaringan meristem selalu terdapat
pada organ intermediate seperti embrio biji, tunas apikal, tunas lateral, ujung
akar, dan kambium. Selain itu juga terdapat pada organ determinate seperti
daun, bunga, dan buah, tetapi hanya sampai pada fase awal perkembangannya. Jika
organ-organ dengan jaringan meristem ini
terhenti. pertumbuhannya untuk sementara, maka organ-organ ini disebut dalam
keadaan dorman (Nurmala, 2003).
Benih dalam keadaan
dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat dirangsang untuk berkecambah
dengan berbagai perlakuan. Benih yang
mati dan benih yang dorman dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan
sama dengan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan
perubahan misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat ternyata
lembek berarti benih tersebut mati (Ahmad, 2011).
Skarifikasi merupakan
salah satu upaya pretreatment atau
perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan
mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan
kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel
menjadi permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan
penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan
alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk
ke dalam benih sehingga proses imbibisi
dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang
semakin baik. Air dan gas akan lebih
cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke
dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat
akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik. Benih saga manis yang diskarifikasi diduga
akan berkecambah lebih baik dibandingkan dengan benih yang tidak
diskarifikasi. Kecambah normal yang
dihasilkan dari benih yang diskarifikasi akan dihitung dan dibandingkan dengan
benih saga manis yang tidak diskarifikasi (Juhanda, dkk., 2013).
Dormansi benih dapat
disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas
(oksigen),embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit
benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau
karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di
dalam embrio. Berbagai hasil penelitian memberikan indikasi kuat bahwa dormansi
benih aren dapat dipatahkan bila diberi perlakuan fisik dan kimia dan. Hal yang sama juga dapat dilihat pada
benih yang diberi perlakuan skarifikasi dengan kertas amplas yang daya
berkecambahnya 46,95%, sedangkan kontrol hanya 31,60%. Perlakuan ini memungkinkan air masuk kedalam
benih untuk memulai berlang-sungnya
proses perkecambahan benih. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai
dengan proses penyerapan air, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma (Saleh, 2004).
Upaya yang
dapat dilakukan untuk mematahkan
dormansi benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat
mematahkan dormansi pada benih keras
karena meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi
mekanik dilakukan dengan cara
melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan
oksigen. Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan,
pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh
sampai terlihat bagian embrio
(perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air
masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi
mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi
berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga
benih cepat berkecambah. Pelaksanakan
teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan
tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih aren kadang-kadang
berbeda seperti terletak pada bagian punggung sebelah kanan atau kiri, dan
terkadang terletak di bagian tengah benih (Fahmi, 2013).
Dipandang dari segi
ekonomis, dormansi pada benih merupakan suatu hal yang dianggap tidak
menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar dormansi pada benih
dapat dipecahkan/dipatahkan/dihilangkan atau sekurang-kurangnya lama masa
dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui dapat
mematahkan dormansi adalah sebagai berikut:
a. Perlakuan
Mekanis
Perlakuan mekanis umumnya digunakan untuk
mematahkan masa dormansi pada benih yang disebabkan oleh faktor fisik dari
benih, misalnya impermiabilitas kulit benih terhadap air dan gas, serta
resistensi mekanis dari kulit benih terhadap perkecambahan embrio. Perlakuan
mekanis dalam pematahan dormansi benih dapat berupa perlakuan skarifikasi dan pemberian
tekanan pada benih.
1) Skarfikasi.
Yang termasuk cara ini adalah mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas
amplas, melubangi kulit benih dengan pisau atau dengan goncangan (impaction)
pada benih-benih yang mengalami sumbatan oleh lapisan lilin/gabus. Perlakuan in
bertujuan agar kulit benih mejadi lebih
tipis, sumbatan lapisan lilin pada kulit benih hilang sehingga kulit benih
lebih permiabel terhadap air dan gas. Misalnya pada famili Leguminoceae, Malvaceae dan
Solanaceae (kulit biji yang keras) dan pada Brassica sp. dan Amaranthus
sp. (sebab-sebab fisik/mekanis lainnya).
2) Tekanan. Yang termasuk cara ini adalah penggunaan
tekanan hidraulik pada benih yang
mengalami sumbatan lapisan lilin agar kulit benih lebih permiabilitas terhadap
82 dan gas. Misalnya pada tanaman sweet clover (Melilotus alba) dan alfalfa (Medicago
sativa), tekanan hidraulik diberikan sebesar 2000 atmosfir pada suhu 18°C selama 5-20
menit, untuk meningkatkan perkecambahannya.
b. Perlakuan
Kimia
Perlakuan dengan
menggunakan bahan kimia sering pula digunakan untuk mematahkan dormansi pada
benih yang mengalami masa dormansi karena faktor fisik. Seperti halnya pada
perlakuan mekanis, penggunaan bahan
kimia bertujuan agar kulit benih lebih mudah dilalui oleh air dan gas pada saat
proses imbibisisi. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain adalah;
larutan asam sulfat, potassium hydroxide, asam hidroclorit, potassium nitrat,
dan thiourea. Misalnya perendaman benih sweet potato dalam asam sulfat (H2SO4)
pekat selama 20 menit sebelum dikecambahkan, dan perendaman benih padi dalam
larutan HNO3 selama 30 menit.
Selain itu dapat pula digunakan hormon tumbuh, seperti; sitokinin,
gibberellin dan auksin. untuk mematahkan dormansi pada benih yang memerlukan waktu “after ripening”. Pada benih terong
misalnya, pemberian gibberellin (GA3) pada konsentrasi 100-200 ppm, masa
dormansinya dapat dihilangkan.
c. Perlakuan
Perendaman dalam Air Panas
Beberapa jenis benih
yang dorman karena faktor fisik dari benih dapat dihilangkan masa dormansinya
dengan cara perendaman dalam air panas. Perendaman ini dimaksudkan agar kulit
benih menjadi lebih lunak dan sumbatan lilin pada kulit dapat dihilangkan
sehingga benih mudah menyerap air. Caranya adalah dengan memasukkan/mencelupkan
benih (terbungkus dalam kantong kain) kedalam air mendidih (180°F
– 200°F)
selama 2 menit, atau hingga air menjadi dingin kembali, tergantung jenis
benihnya. Pada benih apel, perendaman bahkan dilakukan sejak air mendidih
hingga dua hari kemudian.
d. Perlakuan
Perendaman dan Pencucian dalam Air
Pada benih yang dorman
karena kehadiran senyawa penghambat dalam benih, masa dormansinya dapat
dihilangkan dengan cara merendam dan mencuci benih dengan air. Misalnya pada
tanaman tomat, Beta vulgaris dan Avena sativa.
e. Perlakuan
Suhu Rendah pada Keadaan Lembab (Stratifikasi)
Benih yang dorman
karena pengaruh kebutuhan “after ripening” dan karena kebutuhan syarat
lingkungan khusus serta karena adanya senyawa-senyawa penghambat pada benih
dapat dipatahkan dormansinya dengan perlakuan suhu rendah pada keadaan yang
lembab (stratifikasi). Selama strtifikasi berlangsung, terjadi sejumlah
perubahan dalam benih yang berakibat pada hilangnya senyawa-senyawa penghambat
pertumbuhan dan atau terbentuknya senyawa-senyawa yang merangsang pertumbuhan.
Stratifikasi benih apel pada 4°C selama lebih dari dua bulan
meningkatkan persentase perkecambahannya.
f. Perlakuan
Suhu Rendah dan Tinggi
Perlakuan suhu rendah
disusul dengan suhu agak tinggi (hangat) dengan selisih perbedaan yang tidak
boleh lebih 10-20°C, merupakan salah satu cara yang
digunakan dalam pematahan dormansi pada benih yang dorman karena pengaruh
kebutuhan “after ripening”, kebutuhan
syarat lingkungan khusus dan adanya senyawa-senyawa penghambat pada benih. Perlakuan ini menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan fisiologis dalam benih yang dapat mendorong benih untuk
dapat berkecambah. Perlakuan suhu rendah biasanya belangsung antara 1-6 bulan
disusul dengan suhu yang agak hangat juga selama 1- 6 bulan. Kebutuhan suhu
rendah dan suhu agak tinggi serta lama perlakuannya berbeda untuk setiap jenis
benih tanaman. Perlakuan ini misalnya
digunakan pada benih tanaman jahe, Lilium
spp dan Viburnum spp. (Tim
Pengampu, 2011).
Buah atau biji yang
terbentuk biasanya mengalami periode
dorman sebelum berkecambah untuk menyelesaikan hidupnya. Pada tumbuhan
umur pendek, setelah terbentuk buah atau biji, bagian vegetatif akan mati (Nurmala, 2003).
Selama penyimpanan
benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur)
dan pelu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan
dormansi apabila benih itu
sebenarnya hidup (viable) tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi
syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau
tahunan tergantung pada tipe dormansinya (Sahupala, 2007).
GA3 merupakan salah
satu zat pengatur tumbuh tanaman dari golongan giberelin yang mempunyai peranan
dalam mempercepat perkecambahan benih.
Banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa pemberian GA3 eksogen dapat
meningkatkan daya berkecambah benih, diantaranya benih ketumbar (famili Apiaceae), benih kopi, benih anggrek
bulan, dan benih prunus. Peningkatan
konsentrasi GA3 dapat meningkatkan daya berkecambah fisiologis pada benih
Chaerophyllum temulum (famili
Apiaceae), akan tetapi pemberian GA3 tidak dapat menggantikan perlakuan stratifikasi
dingin pada benih yang dikecambahkan pada suhu tinggi misalnya 23°C (Rusmin, dkk,.
2011).
NAA dapat
mempercepat proses pembentukan akar,
dengan demikian bibit lebih cepat dapat
menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit meningkat, namun jika
konsentrasi ditingkatkan maka persentase
hidup bibit akan menurun. Zat pengatur tumbuh golongan auksin dapat meningkatkan
pertumbuhan akar, selanjutnya akar tersebut berfungsi menyerap air dan unsur
hara dari media tumbuh, sehigga dapat
memacu pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang daun (Marzuki, dkk., 2008).
BAHAN
DAN METODE
Waktu
dan Tempat Percobaan
Percobaan dilaksanakan
pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 10.00 WIB sampai dengan 31 Oktober 2013.
Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Program Studi
Agroekoteknolgi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian
sekitar 25 m di atas permukaan laut.
Bahan
dan Alat Percobaan
Adapun
bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.),
biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)), biji flamboyan
(Delonix regia L.) digunakan sebagai objek
pengamatan untuk pematahan dormansi dengan faktor biji keras, biji tomat (Solanum
lycopersicum L.) yang digunakan
sebagai objek pengamatan untuk pematahan dormansi dengan faktor kimiawi, asam
sulfat (H2SO4) dan KNO3 digunakan larutan
pematahan dormasi secara kimiawi, larutan coumarin dan air destilata digunakan
untuk perlakuan pada biji tomat, larutan NAA digunakan untuk perlakuan
pematahan dormansi dengan dikikir, air dingin dan air panas digunakan sebagai
pematahan dormansi dengan perlakuan suhu dingin dan panas, kertas pasir halus
digunakan untuk mengikis kulit biji, pasir digunakan untuk media perkecambahan,
kertas merang digunakan sebagai media perkecambahan di dalam petridish, label
digunakan untuk menandai setiap perlakuan, air digunakan untuk menyiram tanah
dan kertas merang.
Adapun
alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas beaker digunakan untuk tempat
perendaman biji, bak perkecambahan digunakan untuk tempat perkecambahan biji, petridis
digunakan untuk media perkecambahan,
sendok digunakan untuk mengambil biji yang telah direndam, stopwach digunakan
untuk menghitung waktu perendaman biji, alat tulis digunakan untuk menulis,
buku penuntun digunakan untuk pedoman dalam praktikum, cutter digunakann untuk
membelah buah tomat.
Prosedur
Percobaan
A. Kulit
Biji yang Keras
1. Disiapkan
bak kecambah, diisi dengan pasir
2. Dipilih
16 biji Flamboyan, Jarak dan Lengkeng lalu diberi perlakuan sebagai berikut:
a. Direndam
2 biji di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
b. Direndam
dalam air yang baru mendidih dan dubiarkan sampai dingin.
c. Dikikir
atau diasah 2 biji dengan kertas pasir halus dekat embrio, sampai tampak
kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1 jam.
d. Dikikir
atau diasah 2 biji pada jarak 90° dengan embrio,
sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1
jam.
e. Dikikir
atau diasah 2 biji pada jarak 180° dengan embrio,
sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam air destilata dingin selama 1
jam.
f. Dikikir
atau diasah 2 biji pada jarak 90° dengan embrio,
sampai tampak kotiledonnya. Direndam di dalam larutan GA3 300 ppm.
g. Direndam
2 biji di dalam larutan H2SO4 dingin selama 15 menit.
h. Direndam
2 biji di dalam larutan KNO3 dingin selama 15 menit.
3. Ditanam
pada bak pasir yang sudah disiram air dengan kedalaman 1 cm.
4. Ditempatkan
pada tempat gelap pada suhu kamar/ ruang.
5. Diperiksa
setiap 1 hari selama seminggu, disiram apabila media perkecambahan kering.
B. Faktor-Faktor
Kimiawi
1. Disediakan
tiga cawan petri yang telah dilapisi kertas merang
2. Dibelah
buah tomat, diambil cairan ekstrak buah tomat tersebut.
3. Diambil
30 biji buah tomat tersebut:
a. Cawan
1 : diletakkan 10 biji tomat tanpa
dicuci +
larutan ekstrak tomat.
b. Cawan
2 :
diletakkan 10 biji tomat yang sudah dicuci air destilata +
air destilata.
c. Cawan
3 :
diletakkan 10 biji tomat yang sudah dicuci air destilata + larutan
Coumarin 40mg/liter.
4. Ditutup
cawan, diberi label dan diletakkan pada tempat gelap pada suhu kamar.
5. Diamati
persentase perkecambahan setiap hari selama seminggu.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Faktor Kimiawi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perlakuan biji tomat
|
S Biji Berkecambah
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
6
|
7
|
Total
|
%
|
|
Air Destilata
|
0
|
0
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
Ektrak Buah Tomat
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
5
|
5
|
50%
|
Latutan Coumarin
|
0
|
0
|
0
|
10
|
10
|
10
|
10
|
100%
|
Tabel 2. Faktor Kulit Biji yang Keras
Data Pengamatan Hari I
|
||||||||
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Lengkeng
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari II
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Lengkeng
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari III
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
50%
|
50%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
Lengkeng
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari IV
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
50%
|
50%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
Lengkeng
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari V
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
50%
|
50%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
Lengkeng
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari VI
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
50%
|
50%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
Lengkeng
|
100%
|
0%
|
50%
|
100%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Data Pengamatan Hari VII
BIJI
|
å Biji Berkecambah
|
|||||||
Dikikir
|
Air Panas
|
Air Dingin
|
H2SO4
|
KNO3
|
||||
Dekat Embrio
|
90° dr Embrio
|
180° dr Embrio
|
180° dr Embrio + GA3
|
|||||
Flamboyan
|
0%
|
0%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
0%
|
0%
|
Jarak
|
50%
|
50%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
Lengkeng
|
100%
|
0%
|
50%
|
100%
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Pembahasan
Dormansi adalah suatu
keadaan biji tidur atau tidak dapat berkecambah dikarenakan banyak faktor,
antara lain keadaan fisik biji, lingkungan biji, dan faktor fisiologis biji itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Saleh, dkk (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat
perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh
kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui
uji perkecambahan.
Dari hasil pengamatan
yang dilakukan pada pematahan dormansi faktor kimia yang tertinggi adalah pada
perlakuan diberi larutan coumarin dan diberi air destilata. Ini dikarenakan
akan membantu menghilangkan zat-zat penghambat pertumbuhan yang terdapat pada
buah tomat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Pengampu (2011)
yang menyatakan bahwa pada benih yang dorman karena kehadiran senyawa
penghambat dalam benih, masa dormansinya dapat dihilangkan dengan cara merendam
dan mencuci benih dengan air. Misalnya pada tanaman tomat, Beta vulgaris dan Avena
sativa.
Dari hasil pengamatan
yang dilakukan pada pematahan dormansi dengan cara dikikir yang tertinggi
adalah pada perlakuan 1800 dari embrio + NAA diikuti dengan
perlakuan 1800 dari embrio, dekat embrio dan 900 dari
embrio. Ini dikarenakan proses imbibisi menjadi lebih besar sehingga proses
perkecambahan yang terjadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan literatur Fahmi
(2013) yang menyatakan bahwa skarifikasi
merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada
benih keras karena meningkatkan imbibisi
benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga
terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen. Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan,
pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh
sampai terlihat bagian embrio
(perlukaan selebar 5 mm).
Dari hasil pengamatan
yang dilakukan, persentase biji yang berkecambah dari perlakuan 1800
dari embrio + NAA adalah jarak (Ricinus
communis Linn.) 100%, biji
lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji
flamboyan (Delonix regia L.) 100% sedangkan pada perlakuan jarak
(Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 50%, dan
biji flamboyan (Delonix regia L.) 100%. Ini dikarenakan adanya
penambahan zat pengatur tumbuh NAA sejenis auksin berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan
benih yang dorman. Hal ini sesuai dengan literatur Marzuki, dkk., (2008) yang menyatakan bahwa NAA
dapat mempercepat proses pembentukan
akar, dengan demikian bibit lebih cepat
dapat menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit meningkat, namun
jika konsentrasi ditingkatkan maka
persentase hidup bibit akan menurun. Zat pengatur tumbuh golongan auksin
dapat meningkatkan pertumbuhan akar, selanjutnya akar tersebut berfungsi
menyerap air dan unsur hara dari media tumbuh,
sehingga dapat memacu pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang
daun.
Dari hasil pengamatan persentase
perkecambahan pada perlakuan direndam dengan air panas adalah pada biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia
longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix
regia L.) 100% dan dengan air
dingin adalah biji jarak (Ricinus
communis Linn.) 100%, biji
lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji flamboyan (Delonix
regia L.) 100%, yang paling
banyak berkecambah adalah pada perlakuan direndam dengan air panas. Dikarenakan
air panas akan lebih aktif dalam menghilangkan sumbatan lilin pada kulit biji
tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Tim Pengampu (2011) yang menyatakan
bahwa beberapa jenis benih yang dorman karena faktor fisik dari benih dapat
dihilangkan masa dormansinya dengan cara perendaman dalam air panas. Perendaman
ini dimaksudkan agar kulit benih menjadi lebih lunak dan sumbatan lilin pada
kulit dapat dihilangkan sehingga benih mudah menyerap air.
Dari hasil pengamatan
persentase pada perlakuan direndam dengan H2SO4 adalah
biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji
flamboyan (Delonix regia L.) 0% sedangkan pada perlakuan dengan KNO3
adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji
flamboyan (Delonix regia L.) 0% yang paling banyak berkecambah
adalah pada perlakuan direndam dengan KNO3. Hali ini dikarenakan larutan
KNO3 lebih efektif dalam melunakkan kulit biji yang keras dan
memudahkan dalam imbibisi dan respirasi. Hal ini sesuai dengan literatur Tim
Pengampu (2011) yang menyatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan bahan kimia
sering pula digunakan untuk mematahkan dormansi pada benih yang mengalami masa
dormansi karena faktor fisik. Seperti halnya pada perlakuan mekanis, penggunaan bahan kimia bertujuan agar kulit
benih lebih mudah dilalui oleh air dan gas pada saat proses imbibisisi. Bahan
kimia yang sering digunakan antara lain adalah; larutan asam sulfat, potassium
hydroxide, asam hidroclorit, potassium nitrat, dan thiourea.
Dari hasil pengamatan
yang dilakukan pada perlakuan pematahan dormansi dengan cara pengikisan
didapatkan bahwa yang terbaik adalah perlakuan 1800 dari embrio + GA3
yang persentase perkecambahannya adalah jarak (Ricinus communis Linn.)
100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji flamboyan (Delonix
regia L.) 100%. Ini dikarenakan
adanya penambahan zat pengatur tumbuh NAA sejenis auksin berfungsi sebagai
perangsang pertumbuhan benih yang dorman. Hal ini sesuai dengan literatur
Marzuki, dkk., (2008) yang menyatakan
bahwa NAA dapat mempercepat proses
pembentukan akar, dengan demikian bibit
lebih cepat dapat menyerap air dari media, sehingga persentase hidup bibit
meningkat, namun jika konsentrasi ditingkatkan maka persentase hidup bibit akan menurun. Zat
pengatur tumbuh golongan auksin dapat meningkatkan pertumbuhan akar,
selanjutnya akar tersebut berfungsi menyerap air dan unsur hara dari media
tumbuh, sehingga dapat memacu
pertumbuhan bagian atas bibit termasuk panjang daun.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pematahan
dormansi faktor kimia yang tertinggi adalah pada perlakuan dengan air destilata
dan diberi larutan coumarin dengan persentase perkecambahan 100%.
2. Pematahan
dormansi dengan cara dikikir yang tertinggi adalah pada perlakuan 1800
dari embrio + NAA yang persentase perkecambahannya adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%,
biji flamboyan
(Delonix regia L.) 100%.
3. Persentase
perkecambahan yang dihasilkan pada perlakuan 1800 dari embrio + NAA
lebih besar daripada perakuan dikikir 1800 dari embrio dengan
persentase perkecambahan biji jarak (Ricinus
communis Linn.) 100%, biji
lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 100%, biji flamboyan (Delonix regia L.) 100% .
4. Perlakuan
direndam dengan air panas paling banyak berkecambah persentase perkecambahannya
adalah biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%, biji lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji
flamboyan (Delonix regia L.) 100% dan dengan air dingin adalah
biji jarak (Ricinus communis Linn.) 100%.
5. Perlakuan
direndam dengan KNO3 yang paling banyak berkecambah dengan persentase
perkecambahannya adalah biji jarak (Ricinus
communis Linn.) 100%, biji
lengkeng (Euphorbia longan (Lour)) 0%, biji
flamboyan (Delonix regia L.) 0%
Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan, saat mengkikir
sebaiknya kita mengetahui pasti dimana letak embrio masing-masing biji.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
A. 2011. Studi Pematahan Dormansi Dan Periode
After-Ripening Padi Gogo Lokal
Gorontalo. Disertasi IPB, Bogor.
Darma,
I.G.K.T. 2002. Beberapa Metode Pemecahan Dormansi Benih Leucaena Leucocephala (Lmk. De Witt.)
Dan Beberapa Fungi Patogenik Yang
Berasosiasi Dengan Benih. J. Manajemen Hutan Tropika 8(1): 1-14.
Fahmi,
Z.I. 2013. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih Dengan Skarifikasi Mekanik
Dan Kimiawi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Surabaya.
Hafizah,
N. 2009. Pematahan Dormansi dan Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata Merr) pada Berbagai Tingkat Konsentrasi dan Lama Perendaman Gibberellin.
Tesis Universitas Lambung Mangkurat, Lampung.
Juhanda,
Y. Nurmiaty, dan Ermawati. 2013. Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi Dan Perkecambahan
Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). J. Agrotek Tropika 1(1): 45 – 49.
Sutopo,
L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
Marzuki,
I. Suliansyah, dan R. Mayerni. 2008. Pengaruh NAA Terhadap Pertumbuhan Bibit Nenas (Ananas Comosus L. Merr)
Pada Tahap Aklimatisasi. J. Jerami 3(12):
111-117.
Nurmala,
M. 2003. Dormansi Karena Kulit Biji Yang Keras.
FMIPA Universitas Hasanuddin, Makasar.
Nurussintani,
W., Damanhuri, dan S.L. Purnamaningsih. 2013. Perlakuan Pematahan Dormansi
Terhadap Daya Tumbuh Benih 3 Varietas
Kacang Tanah (Arachis hypogaea).
J. Produksi Tanaman 1(1): 86-88. Fakultas Pertanian Brawijaya, Malang.
Rusmin,
D., F.C. Siwarno, dan I. Darwati. 2011. Pengaruh Pemberian
Ga3 Pada Berbagai Konsentrasi Dan
Lama Imbibisi Terhadap Peningkatan Viabilitas
Benih Purwoceng (Pimpinella Pruatjan Molk.).
J. Littri 17(3): 89 – 94, Bogor.
Sahupala,
A. 2007. Teknologi Benih. Fakultas Petanian Universitas Pattimura, Maluku.
Saleh,
M.S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama
Ekstraksi Buah. J. Agrosains 6(2): 79-83
Fakultas Pertanian UNTAD.
Saleh,
M.S., E. Adelina, E. Murniati dan T. Budiarti. 2008. Pengaruh Skarifikasi
Dan Media Tumbuh Terhadap Viabilitas Benih Dan Vigor Kecambah Aren. J.
Agroland 15 (3) : 182 – 190.
Sholicha,
R.F. 2009. Pengaruh Skarifikasi Suhu Dan Lama Perendaman Dalam Air Terhadap
Perkecambahan
Biji Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr). Skripsi
Universitas Negeri Malang, Malang.
Tim
Pengampu, 2011. Bahan Ajar Ilmu Dan Teknologi Benih. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Ulvah,
M., 2004. Pengaruh Skarifikasi Dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Abitonik
Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Jati (Tectona
grandis. Liin. F). Skripsi Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Ass jd inti nya yg paling bgs untuk perlakuan benih di rendam Kno3 atau asam sulfat yg bgs.
BalasHapus