Selasa, 16 Desember 2014

SITOKININ



Pendahuluan
Latar Belakang
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga dikenal dengan fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan ( Fahmi , 2000)
Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak senyawa-senyawa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa – senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh (ZPT) / (Plant Growth Regulator). Tentang senyawa hormon dan zat pengatur tumbuh, Intan (2008) mencirikannya sebagai berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1μM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditanslokasikan kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1μM) mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan.
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasikan 5 tipe utama golongan ZPT yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan dalam hal differesiasi sel. ZPT tersebut yaitu auksin, giberelin, sitokinin, dan asam absisat ( Fahmi , 2000)
Pada tahun 1913, Gottlieb Haberlandt menemukan bahwa senyawa yang ditemukan dalam floem memiliki kemampuan untuk merangsang pembelahan sel (Haberlandt, 1913). Pada tahun 1941, Johannes van Overbeek menemukan bahwa susu endosperm dari kelapa juga memiliki kemampuan ini. Ia juga menunjukkan bahwa berbagai jenis tanaman lainnya memiliki senyawa yang merangsang pembelahan sel (van Overbeek, 1941). Pada tahun 1954, Jablonski dan Skoog memperluas karya Haberlandt menunjukkan bahwa jaringan pembuluh darah yang terkandung senyawa yang mempromosikan pembelahan sel (Jablonski dan Skoog, 1954). Yang pertama sitokinin diisolasi dari sperma ikan pada tahun 1955 oleh Miller dan rekan-rekannya (Miller et al., 1955). Senyawa ini bernama kinetin karena kemampuannya untuk mempromosikan sitokinesis. Hall dan deRopp melaporkan bahwa kinetin dapat dibentuk dari produk degradasi DNA pada tahun 1955 (Hall dan deRopp, 1955). Yang pertama terjadi secara alami sitokinin diisolasi dari jagung pada tahun 1961 oleh Miller (Miller, 1961). Ia kemudian disebut zeatin. Hampir bersamaan dengan Miller Letham menerbitkan sebuah laporan pada zeatin sebagai pembelahan sel merangsang faktor dan kemudian dijelaskan sifat kimianya (Letham, 1963). Ini adalah Miller dan Letham yang dikreditkan dengan penemuan simultan zeatin. Sejak saat itu, banyak sitokinin terjadi lebih alami telah diisolasi dan senyawa di mana-mana untuk semua jenis tanaman dalam satu bentuk atau lain (Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
Sitokinin umumnya ditemukan dalam konsentrasi tinggi di daerah meristematik dan jaringan yang berkembang. Mereka diyakini disintesis dalam akar dan translokasi melalui xilem ke tunas. Sitokinin biosintesis terjadi melalui modifikasi biokimia adenin. Proses dimana mereka disintesis adalah sebagai berikut (McGaw, 1995; Salisbury dan Ross, 1992):
            Sebuah produk jalur mevalonate disebut pirofosfat isopentil adalah diisomerisasikan.
Isomer ini kemudian dapat bereaksi dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut isopentenyl AMP synthase. Hasilnya adalah isopentenyl adenosine-5′-fosfat (isopentenyl AMP) (Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
Tujuan Penulisan
            Untuk mengetahui defenisi , fungsi, Mekanisme Kerja Sitokinin , Aplikasi Sitokinin Pada Bidang Pertanian serta manfaat Sitokinin
Kegunaan Penulisan
            Sebagai salah satu komponen penilaian dan tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.






                                                   TINJAUAN PUSTAKA
                  Sitokinin adalah senyawa dengan struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin. Kinetin adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel). Meskipun itu adalah senyawa alami, Hal ini tidak dibuat di pabrik, dan karena itu biasanya dianggap sebagai “sintetik” sitokinin (berarti bahwa hormon disintesis di tempat lain selain di pabrik). Bentuk yang paling umum dari alami sitokinin dalam tanaman saat ini disebut zeatin yang diisolasi dari jagung (Zea mays) (Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
              Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan tingkat tinggi serta lumut, jamur, bakteri, dan juga dalam tRNA banyak prokariota dan eukariota. Saat ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetis dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian ( Salisbury dan Ross, 1992).
            Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang . Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya sitokinin sintetik yaitu BAP (6-benzilaminopurin) dan 2-iP (Intan, 2008).
              Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP dan Kinetin . BAP adalah sitokinin yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan terhadap oksidasi serta paling murah diantara sitokinin lainnya (Bhojwani dan Razdan, 1983 )
Ahli biologi tumbuhan menemukan bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Menurut Intan (2008); dan Mahadi (2011), sitokinin mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
  • Merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang akar dan batang dengan menghambat dominansi apical
  • Mengatur pertumbuhan daun dan pucuk
  • Memperbesar daun muda
  • Mengatur pembentukan bunga dan buah
  • Menghambat proses penuaan dengan cara merangasang proses serta transportasi garam-garam mineral dan asam amino ke daun.
  • Sitokinin diperlukan bagi pembentukan organel-organel semacam kloroplas dan mungkin berperan dalam perbungaan
  • Merangsang sintesis protein dan RNA untuk mensintesis substansi lain.
 Mekanisme Sitokonin
            Pengaruh sitokinin dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Adanya meristem apikal, maka  auksin menekan pertumbuhan tunas aksilar. Meristem apikal dibuang, konsentrasi sitokinin meningkat, merangsang pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin berperan dalam menghambat pertumbuhan akar melalui peningkatan konsentrasi etilen. Sitokinin menghambat pembentukan akar lateral melalui pengaruhnya pada sel periskel dan memblok program pengembangan pembentukan akar lateral (Santoso, 2013).
            Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan berbeda. Namun secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering diikuti oleh  sejumlah efek sekunder, yang bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya. Seperti hormone lain, penguatan efek utama harus terjadi,karena sitokinin terdapat dalam konsentrasi sangat rendah (0,01 sampai 1 µM). Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama, antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein (Bhojwani dan Razdan, 1983 )
                        Beberapa protein yang mengikat sitokinin secara agak khas telah ditemukan di berbagai bagian tumbuhan,namun hampir semua protein tersebut tidak terikat cukup khas atau tidak mempunyai afinitas yang cukup tinggi terhadap sitokinin aktif.Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein – pengikat pada daun jelai, yang mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat tinggi dan mengikat sitokinin lain yang berhubungan dekat dengan aktifitas biologis (Samudin, 2009)
                        Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respons sitokinin yang terpenting,sebab hal itu menyebabkan sitokinin dimanfaatkan secara komersial dalam upaya perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan jaringan.Aspek biokimia dari respons yang sudah lama diketahui itu sedang diteliti. Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan dengat cara meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein.Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis (Samudin, 2009)
                        Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya, pemacuan pertumbuhan) juga tampaknya berkenaan dengan efeknya pada translasi,seperti terbukti dengan naiknya jumlah polisom, lebih cepatnya penggabungan asam amino radioaktif dalam protein, dan terhambatnya respons fiologis oleh zat penghambat sintesis protein.Temuan ini telah melahirkan konsep yang terkenal,bahwa auksin dan giberelin terutama mempengarui transkipsi di inti,sedangkan sitokinin khusus berpengaruh dalam sitosol (Bhojwani dan Razdan, 1983 )
            Chen dkk (1999) memperlihatkan bahwa benziladenin mengubah jenis mRNA yang terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin mendorong pembesaran sel,pembelhan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa jenis mRNA ditingkatkan oleh benziladenin,sementara jenis lainnya diturunkan.Perubahan paling dini terlacak satu jam setelah sitokinin ditambahkan,dan biasanya dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati munculnya kerja sitokinin dalam organdan dibagian tumbuhan yang lain jauh lebih lama dibandingkan dengan munculnya efek auksin atau giberelin dibagian tumbuhan yang memberikan respons terhadap hormon ini.
Aplikasi Sitokinin Pada Bidang Pertanian
Pada metode kultur jaringan, penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak digunakan. Menurut Gunawan (1987) dalam Intan (2008) menyatakan bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh.
Handayani (1999), melakukan penelitian mengenai pengaruh sitokinin dan triakontanol terhadap pertumbuhan sambungan manggis. Sitokinin 2 ppm cenderung nyata meningkatkan jumlah pecah tunas, pertambahan tinggi dan jumlah daun, namun cenderung menghambat pertambahan luas daun. Sedangkan pada pertambahan diameter batang perlakuan tersebut tidak berpengaruh. Setelah berumur 4 tahun, tanaman yang diberikan sitokinin 2 ppm masih menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman lain.
Pada penelitin yang dilakukan oleh Riyadi dan Tirtoboma (2004) terhadap embrio somatik kopi arabika, diperoleh hasil induksi terbaik untuk varietas Kartika-1 secara langsung dari kultur daun muda diperoleh pada media MS standar yang diberi 4 mg/l 2,4-D dan dikombinasikan dengan 0,1 mg/l kinetin yang dapat menginduksi seluruh eksplan dalam waktu empat minggu setelah kultur. Penggandaan embrio somatik kopi arabika terbaik diperoleh pada perlakuan 2 mg/l 2,4-D yang dikombinasikan dengan 0,1 mg/l kinetin yang dapat menghasilkan embrio somatik terbanyak dalam waktu enam minggu setelah subkultur.
Fahmi (2000), menyatakan bahwa pada kultur invitro tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) pemberian sitokinin BAP 1 ppm pada media MS menunjukkan perkembangan yang baik yaitu bisa terbentuk planlet yang sempurna yang sudah memiliki akar, batang dan daun.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2007) pada kultur invitro buah Makasar, pemberian sitokinin BAP dan auksin 2,4-D dengan berbagai taraf konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan biji buah makasar. Semakin tinggi konsentrasi BAP maupun 2,4 D maka semakin tinggi pula prosentase pembentukan kalus. BAP 1,5 mg/l merupakan konsentrasi yang optimum dalam pertumbuhan biji buah makasar secara invitro untuk tujuan perbanyakan.
Pada tanaman Pule pandak, pemberian pupuk organik 5 ton/ha meningkatkan pertumbuhan (jumlah daun), dan hasil (jumlah cabang akar dan diameter akar) dibanding kontrol. Pemberian sitokinin 100 ppm meningkatkan pertumbuhan (jumlah daun, luas daun, berat brangkasan, dan berat tanaman kering) dan hasil pule pandak. Terjadi interaksi antara pupuk organik dan sitokinin terhadap berat brangkasan dan berat akar pule pandak untuk umur 90 HST. Kombinasi pupuk organik 10 ton/ha dan sitokinin 100 ppm memberikan berat basah tajuk dan berat basah akar tertinggi (Arnita, 2008).
Pemberian konsentrasi sitokinin BAP yang berbeda pada tunas pucuk jeruk kanci secara invitro, memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prosentase eksplan yang mengalami multiplikasi dan saat muncul tunas. Perlakuan BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l merupakan perlakuan terbaik terhadap prosentase eksplan yang mengalami multiplikasi saat muncul tunas. Terdapat interaksi yang nyata antara BAP 2,5 mg/l dengan NAA konsentrasi 0,5 dan 1,0 mg/l merupakan interaksi terbaik terhadap prosentase eksplan yang membentuk kalus (Fahmi, 2000).




           
           


             

KESIMPULAN
1.     Sitokinin adalah senyawa dengan struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama .
2.     Kinetin adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel).
3.     Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan tingkat tinggi serta lumut, jamur, bakteri, dan juga dalam tRNA banyak prokariota dan eukariota .
4.     Fungsi sitokinin adalah merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang akar dan batang dengan menghambat dominansi apical, mengatur pertumbuhan daun dan pucuk, memperbesar daun muda , mengatur pembentukan bunga dan buah.
5.     Sitokinin berperan dalam menghambat pertumbuhan akar melalui peningkatan konsentrasi etilen .
6.     Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama, antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein.
7.     Jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh.
8.     Perlakuan BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l merupakan perlakuan terbaik terhadap prosentase eksplan yang mengalami multiplikasi saat muncul tunas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar