Pendahuluan
Latar
Belakang
Konsep zat pengatur tumbuh
diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa
organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses
fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang proses pertumbuhan,
differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pembukaan
stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon
tanaman kadang-kadang juga dikenal dengan fitohormon, tetapi istilah ini lebih
jarang digunakan ( Fahmi , 2000)
Dengan berkembangnya pengetahuan
biokimia dan dengan majunya industri kimia maka ditemukan banyak
senyawa-senyawa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon
tanaman. Senyawa – senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat
pengatur tumbuh (ZPT) / (Plant Growth Regulator). Tentang senyawa hormon
dan zat pengatur tumbuh, Intan (2008) mencirikannya sebagai berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman
adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1μM)
yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditanslokasikan kebagian
lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat pengatur tumbuh adalah
senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1μM)
mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
3. Inhibitor adalah senyawa
organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang
konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan.
Ahli biologi tumbuhan telah
mengidentifikasikan 5 tipe utama golongan ZPT yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok menghasilkan beberapa
pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4 dari
5 kelompok ZPT yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan dalam hal differesiasi
sel. ZPT tersebut yaitu auksin, giberelin, sitokinin, dan asam absisat ( Fahmi
, 2000)
Pada tahun 1913,
Gottlieb Haberlandt menemukan bahwa senyawa yang ditemukan dalam floem memiliki
kemampuan untuk merangsang pembelahan sel (Haberlandt, 1913). Pada tahun 1941,
Johannes van Overbeek menemukan bahwa susu endosperm dari kelapa juga memiliki
kemampuan ini. Ia juga menunjukkan bahwa berbagai jenis tanaman lainnya
memiliki senyawa yang merangsang pembelahan sel (van Overbeek, 1941). Pada
tahun 1954, Jablonski dan Skoog memperluas karya Haberlandt menunjukkan bahwa
jaringan pembuluh darah yang terkandung senyawa yang mempromosikan pembelahan
sel (Jablonski dan Skoog, 1954). Yang pertama sitokinin diisolasi dari sperma
ikan pada tahun 1955 oleh Miller dan rekan-rekannya (Miller et al., 1955).
Senyawa ini bernama kinetin karena kemampuannya untuk mempromosikan
sitokinesis. Hall dan deRopp melaporkan bahwa kinetin dapat dibentuk dari
produk degradasi DNA pada tahun 1955 (Hall dan deRopp, 1955). Yang pertama
terjadi secara alami sitokinin diisolasi dari jagung pada tahun 1961 oleh
Miller (Miller, 1961). Ia kemudian disebut zeatin. Hampir bersamaan dengan
Miller Letham menerbitkan sebuah laporan pada zeatin sebagai pembelahan sel
merangsang faktor dan kemudian dijelaskan sifat kimianya (Letham, 1963). Ini
adalah Miller dan Letham yang dikreditkan dengan penemuan simultan zeatin.
Sejak saat itu, banyak sitokinin terjadi lebih alami telah diisolasi dan
senyawa di mana-mana untuk semua jenis tanaman dalam satu bentuk atau lain
(Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
Sitokinin umumnya
ditemukan dalam konsentrasi tinggi di daerah meristematik dan jaringan yang
berkembang. Mereka diyakini disintesis dalam akar dan translokasi melalui xilem
ke tunas. Sitokinin biosintesis terjadi melalui modifikasi biokimia adenin.
Proses dimana mereka disintesis adalah sebagai berikut (McGaw, 1995; Salisbury
dan Ross, 1992):
Sebuah produk jalur mevalonate disebut pirofosfat isopentil adalah diisomerisasikan.
Isomer ini kemudian dapat bereaksi dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut isopentenyl AMP synthase. Hasilnya adalah isopentenyl adenosine-5′-fosfat (isopentenyl AMP) (Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
Sebuah produk jalur mevalonate disebut pirofosfat isopentil adalah diisomerisasikan.
Isomer ini kemudian dapat bereaksi dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut isopentenyl AMP synthase. Hasilnya adalah isopentenyl adenosine-5′-fosfat (isopentenyl AMP) (Arteca, 1996; Salisbury dan Ross, 1992).
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui defenisi , fungsi, Mekanisme Kerja Sitokinin , Aplikasi
Sitokinin Pada Bidang Pertanian serta
manfaat Sitokinin
Kegunaan Penulisan
Sebagai salah
satu komponen penilaian dan tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Sitokinin
adalah senyawa dengan struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan
sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin. Kinetin adalah sitokinin
pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan senyawa untuk
mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel). Meskipun itu adalah senyawa alami,
Hal ini tidak dibuat di pabrik, dan karena itu biasanya dianggap sebagai
“sintetik” sitokinin (berarti bahwa hormon disintesis di tempat lain selain di
pabrik). Bentuk yang paling umum dari alami sitokinin dalam tanaman saat ini
disebut zeatin yang diisolasi dari jagung (Zea mays) (Arteca, 1996; Salisbury
dan Ross, 1992).
Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan
tingkat tinggi serta lumut, jamur, bakteri, dan juga dalam tRNA banyak
prokariota dan eukariota. Saat ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan
sintetis dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah
meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun
muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian ( Salisbury dan Ross, 1992).
Sitokinin
alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan
buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju
sel-sel target pada batang . Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami
(misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya sitokinin sintetik yaitu BAP
(6-benzilaminopurin) dan 2-iP (Intan, 2008).
Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan
adalah BAP dan Kinetin . BAP adalah sitokinin yang sering digunakan karena
paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan
terhadap oksidasi serta paling murah diantara sitokinin lainnya (Bhojwani dan
Razdan, 1983 )
Ahli biologi tumbuhan menemukan
bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan
kultur sel tanaman. Menurut Intan (2008); dan Mahadi (2011), sitokinin
mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
- Merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang akar dan batang dengan menghambat dominansi apical
- Mengatur pertumbuhan daun dan pucuk
- Memperbesar daun muda
- Mengatur pembentukan bunga dan buah
- Menghambat proses penuaan dengan cara merangasang proses serta transportasi garam-garam mineral dan asam amino ke daun.
- Sitokinin diperlukan bagi pembentukan organel-organel semacam kloroplas dan mungkin berperan dalam perbungaan
- Merangsang sintesis protein dan RNA untuk mensintesis substansi lain.
Mekanisme Sitokonin
Pengaruh
sitokinin dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Adanya meristem apikal, maka auksin menekan pertumbuhan tunas aksilar. Meristem
apikal dibuang, konsentrasi sitokinin meningkat, merangsang pertumbuhan tunas
aksilar. Sitokinin berperan dalam menghambat pertumbuhan akar melalui
peningkatan konsentrasi etilen. Sitokinin menghambat pembentukan akar lateral
melalui pengaruhnya pada sel periskel dan memblok program pengembangan
pembentukan akar lateral (Santoso, 2013).
Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa
tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan
berbeda. Namun secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering
diikuti oleh sejumlah efek sekunder,
yang bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya. Seperti hormone lain, penguatan
efek utama harus terjadi,karena sitokinin terdapat dalam konsentrasi sangat
rendah (0,01 sampai 1 µM). Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan
RNA dan enzim sudah diduga sejak lama, antara lain karena efek sitokinin
biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein (Bhojwani
dan Razdan, 1983 )
Beberapa protein yang mengikat sitokinin
secara agak khas telah ditemukan di berbagai bagian tumbuhan,namun hampir semua
protein tersebut tidak terikat cukup khas atau tidak mempunyai afinitas yang
cukup tinggi terhadap sitokinin aktif.Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein
– pengikat pada daun jelai, yang mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat
tinggi dan mengikat sitokinin lain yang berhubungan dekat dengan aktifitas
biologis (Samudin, 2009)
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu
respons sitokinin yang terpenting,sebab hal itu menyebabkan sitokinin
dimanfaatkan secara komersial dalam upaya perbanyakan mikro tanaman budidaya
dari biakan jaringan.Aspek biokimia dari respons yang sudah lama diketahui itu
sedang diteliti. Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan
dengat cara meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis dan bahwa hal
tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein.Beberapa
protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis (Samudin,
2009)
Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya,
pemacuan pertumbuhan) juga tampaknya berkenaan dengan efeknya pada
translasi,seperti terbukti dengan naiknya jumlah polisom, lebih cepatnya
penggabungan asam amino radioaktif dalam protein, dan terhambatnya respons fiologis
oleh zat penghambat sintesis protein.Temuan ini telah melahirkan konsep yang
terkenal,bahwa auksin dan giberelin terutama mempengarui transkipsi di
inti,sedangkan sitokinin khusus berpengaruh dalam sitosol (Bhojwani
dan Razdan, 1983 )
Chen dkk (1999) memperlihatkan bahwa benziladenin
mengubah jenis mRNA yang terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin
mendorong pembesaran sel,pembelhan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa
jenis mRNA ditingkatkan oleh benziladenin,sementara jenis lainnya
diturunkan.Perubahan paling dini terlacak satu jam setelah sitokinin
ditambahkan,dan biasanya dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati
munculnya kerja sitokinin dalam organdan dibagian tumbuhan yang lain jauh lebih
lama dibandingkan dengan munculnya efek auksin atau giberelin dibagian tumbuhan
yang memberikan respons terhadap hormon ini.
Aplikasi
Sitokinin Pada Bidang Pertanian
Pada metode kultur jaringan,
penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak digunakan. Menurut Gunawan (1987) dalam
Intan (2008) menyatakan bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada
sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar
dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh.
Handayani (1999),
melakukan penelitian mengenai pengaruh sitokinin dan triakontanol terhadap
pertumbuhan sambungan manggis. Sitokinin 2 ppm cenderung nyata meningkatkan
jumlah pecah tunas, pertambahan tinggi dan jumlah daun, namun cenderung
menghambat pertambahan luas daun. Sedangkan pada pertambahan diameter batang
perlakuan tersebut tidak berpengaruh. Setelah berumur 4 tahun, tanaman yang
diberikan sitokinin 2 ppm masih menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang
lebih baik dibandingkan dengan tanaman lain.
Pada penelitin yang dilakukan
oleh Riyadi dan Tirtoboma (2004) terhadap embrio somatik kopi arabika,
diperoleh hasil induksi terbaik untuk varietas Kartika-1 secara langsung dari
kultur daun muda diperoleh pada media MS standar yang diberi 4 mg/l 2,4-D dan
dikombinasikan dengan 0,1 mg/l kinetin yang dapat menginduksi seluruh eksplan
dalam waktu empat minggu setelah kultur. Penggandaan embrio somatik kopi
arabika terbaik diperoleh pada perlakuan 2 mg/l 2,4-D yang dikombinasikan
dengan 0,1 mg/l kinetin yang dapat menghasilkan embrio somatik terbanyak dalam
waktu enam minggu setelah subkultur.
Fahmi (2000), menyatakan
bahwa pada kultur invitro tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.)
pemberian sitokinin BAP 1 ppm pada media MS menunjukkan perkembangan yang baik
yaitu bisa terbentuk planlet yang sempurna yang sudah memiliki akar, batang dan
daun.
Pada penelitian yang dilakukan
oleh Sugiarto (2007) pada kultur invitro buah Makasar, pemberian sitokinin BAP
dan auksin 2,4-D dengan berbagai taraf konsentrasi telah memberikan respon yang
berbeda terhadap pertumbuhan eksplan biji buah makasar. Semakin tinggi
konsentrasi BAP maupun 2,4 D maka semakin tinggi pula prosentase pembentukan
kalus. BAP 1,5 mg/l merupakan konsentrasi yang optimum dalam pertumbuhan biji
buah makasar secara invitro untuk tujuan perbanyakan.
Pada tanaman Pule
pandak, pemberian pupuk organik 5 ton/ha meningkatkan pertumbuhan (jumlah
daun), dan hasil (jumlah cabang akar dan diameter akar) dibanding kontrol.
Pemberian sitokinin 100 ppm meningkatkan pertumbuhan (jumlah daun, luas daun,
berat brangkasan, dan berat tanaman kering) dan hasil pule pandak. Terjadi
interaksi antara pupuk organik dan sitokinin terhadap berat brangkasan dan
berat akar pule pandak untuk umur 90 HST. Kombinasi pupuk organik 10 ton/ha dan
sitokinin 100 ppm memberikan berat basah tajuk dan berat basah akar tertinggi
(Arnita, 2008).
Pemberian konsentrasi sitokinin
BAP yang berbeda pada tunas pucuk jeruk kanci secara invitro, memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap prosentase eksplan yang mengalami multiplikasi
dan saat muncul tunas. Perlakuan BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l merupakan
perlakuan terbaik terhadap prosentase eksplan yang mengalami multiplikasi saat
muncul tunas. Terdapat interaksi yang nyata antara BAP 2,5 mg/l dengan NAA
konsentrasi 0,5 dan 1,0 mg/l merupakan interaksi terbaik terhadap prosentase
eksplan yang membentuk kalus (Fahmi, 2000).
KESIMPULAN
1. Sitokinin
adalah senyawa dengan struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan
sel dan memiliki fungsi yang sama .
2. Kinetin
adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan
senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel).
3. Sitokinin
telah ditemukan di hampir semua tumbuhan tingkat tinggi serta lumut, jamur,
bakteri, dan juga dalam tRNA banyak prokariota dan eukariota .
4. Fungsi
sitokinin adalah merangsang pembentukan akar dan batang serta
pembentukan cabang akar dan batang dengan menghambat dominansi apical, mengatur
pertumbuhan daun dan pucuk, memperbesar daun muda , mengatur pembentukan bunga
dan buah.
5. Sitokinin berperan dalam
menghambat pertumbuhan akar melalui peningkatan konsentrasi etilen .
6. Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah
diduga sejak lama, antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh
zat penghambat sintesis RNA atau protein.
7.
Jika
konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan
bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan auksin maka tunas akan
tumbuh.
8. Perlakuan
BAP pada konsentrasi 2,5 mg/l merupakan perlakuan terbaik terhadap prosentase
eksplan yang mengalami multiplikasi saat muncul tunas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar